Pertama, saya ingin memohon Ampunan kepada Allah SWT, jika dengan tulisan ini rekening Dosa saya bertambah. Jika tulisan ini membuat sakit hati beberapa pihak.
Kedua, saya minta maaf jika tulisan ini menyakiti hati para pembaca sekalian.
Ketiga, maaf juga kalo sudah pernah ada yang posting soal yang beginian. berarti saya memang kudet. udah jarang nonton tv, jarang main di sosmed. ya beginilah. jadi mohon maaf sebelumnya.
Spoiler for Buat momod:
Beberapa waktu ini, terutama ketika hari-H pemilu sudah dekat, tentu selain kampanye yang semakin massif terjadi. Meskipun saya pribadi tidak merasakan atmosfir kampanye. Selain mungkin karena saya kurang gaul, saya juga bukan aktivis partai manapun. sehingga saya sama sekali tidak tahu kapan ada kampanye akbar. Saya juga bukan aktivis organisasi manapun, dan tidak aktif ber-organisasi juga.
Saya tidak akan menyoroti pilpres. Sudah banyak sekali bahasan tentang ini. Bahkan dari tahun lalu. Jadi biarlah yang telah memperhatikan dinamika pilpres saja yang membahas masalah pilpres.
Saya sedikit, apa ya, kepikiran mengenai caleg-caleg yang jumlahnya tidak sedikit. Besok ada lima lembar yang harus di buka, di coblos, dan di lipat lagi. Kita harus memilih Presiden, DPR-RI, DPD, DPRD propinsi, dan DPRD Kabupaten / Kota CMIIW.
Mungkin ada di beberapa tempat yang kenal dengan yang namanya "serangan fajar", meskipun tidak benar-benar pagi kejadiannya. Rumah saya sendiri bebrapa kali di datangi ya bisa di bilang aktivis salah satu caleg(-caleg). Meminta data keluarga. Katanya untuk pendataan. Kemudian di beri amplop, sesuai dengan jumlah anggota keluarga yang memiliki hak suara. Saya tidak akan banyak berkomentar tentang apakah ini terjadi di daerah lain atau tidak. Bukan itu esensi dari pikiran saya. Namun demikian ini adalah latar belakang dari hal yang menggaggu pikiran saya.
Sekarang, saya akan mencoba menelisik dari sudut pandang pemahaman saya, apa itu demokrasi. Bukan dari teori, tapi soal tujuan mengapa ada sistem politik demokrasi, dan sekali lagi. Ini dari sudut pandang saya yang percaya bahwa manusia menginginkan hal yang baik bagi dirinya dan sekitarnya.
Menurut pemahaman saya, demokrasi menginginkan adanya kepemimpinan yang berasal dari rakyat, mereka yang sudah terbiasa dan sejak lama hidup membantu rakyat, agar bisa mebantu lebih banyak lagi rakyat, sehingga level kepemimpinan nya naik dari level desa hingga level nasional. Pemimpin model ini menurut hemat saya bukan pemimpin model Pimpinan, tapi Pemimpin model Pelayan, dia "melayani" kebutuhan rakyat-nya.
Nah, dalam konteks legeslatif, yang tujuan-nya menurut saya adalah agar pemimpin memiliki kawan untuk berbagi masalah. Rekan untuk berbagi pekerjaan. dan Sahabat yang bisa mengingatkan. Apakah itu terjadi saat ini? well dari apa yang saya perhatikan, sepertinya tidak. Bahkan di negara yang katanya "emak"nya demokrasi sekalipun. Jika kita benar-benar mampu dan mau mengamalkan Pancasila, kok rasanya demokrasi kita yang akan lebih maju dari demokrasi yang ada di "barat" sana. Bahkan jika di amalkan dengan semangat orang-orang yang menghendaki kembalinya Khilafah, maka menurut hemat saya Pancasila adalah batu loncatan yang sangat ideal untuk memperkenalkan apa itu Khilafah. ok, ini sudah keluar jalur. back to the track.
Dengan pemahaman tadi, dan praktik "Peng-Amplopan" diatas, rasanya kok tidak mungkin cita-cita demokrasi itu bisa benar-benar terwujud dengan baik. Sebab, orientasi kepemimpinan yang akan dihasilkan oleh praktik "Amplop" tidak mungki jauh dari "isi Amplop" itu sendiri. Mana ada orang yang mau rugi kan? dan rasanya, orang yang benar-benar Ikhlas membantu orang-orang di sekitarnya tidak akan terpikir bagaimana caranya agar jadi anggota legeslatif misalnya. Mengapa? sebab mereka sibuk membantu orang-orang yang "terlihat" yaitu yang ada di sekitar mereka. Kalaupun ada orang yang bisa "membantu" dengan kekuatan yang lebih besar, katakanlah memiliki "power of M" cukup besar dan benar-benar Ikhlas, rasanya kok saya ragu dia akan terjun ke dunia politik. sekali lagi, Mengapa? sebab stigma politik itu kotor sudah cukup mengakar di kalangan masyarakat kita. Apakah politik itu benar-benar kotor? yah, kita sebagai masyarakat pasti merasakan. Sekali lagi, Mengapa?
Coba kita telisik sifat dasar manusia ketika dia memiliki kekuasaan. Sangat mudah bagi orang yang sedang berkuasa untuk berbuat apa yang "menurut dirinya" benar. Terlepas apakah yang "menurutnya" benar itu merugikan orang lain atau tidak. Istilah kerennya "Abuse of Power". Bisakah seorang pemimpin lolos dari ujian "abuse of power"? bisa iya bisa juga tidak, tergantung hati dan akalnya, juga kekuatan Ikhlasnya. Istilah yang paling enak, Tergantung IMAN-nya. kalo TS? Ampun dah, jangankan jadi pemimpin jadi orang dekatnya saja paling udah petantang-petenteng ga jelas.
Nah, jika dari awal saja untuk mendapatkan kekuasaan dengan cara "Amplop" (meskipun mungkin tidak semua, tapi saya yakin sebagian besar), apa iya oriantasi kerjanya akan benar-benar memperjuangkan nasib rakyat. Katakanlah ada porsi kerja untuk rakyat, saya yakin tadak akan 100% untuk rakyat, bisa jadi akan ada sekian persen untuk mengembalikan isi "amplop". Jika di pandang dari sudut pandang Agama yang TS yakini, Niat baik itu harus sejalan dengan cara yang baik. jika niatnya baik, tapi caranya tidak baik, tidak mungkin amalanya di terima. Tidak perlu lebih di perjelas ya, ini bukan trit dakwah. Intinya dengan cara yang tidak baik itu tadi pasti ada pihak yang sakit hati, nah sakit ini yang membuat amal seseorang tidak diterima.
Dari uraian diatas, jika para caleg itu orientasinya "Isi Amplop" maka pantaskah pemilu besok dikatakan "PESTA RAKYAT"? jika pesta rakyat yang dimaksud adalah rakyat bisa berpesta dengan banyaknya "amplop-amplop" bertebaran, maka ya memang pesta rakyat. Tapi jika yang dimaksud adalah proses demokrasi untuk memilih pemimpin yang nantinya akan bekerja untuk kepentingan rakyat, kok rasanya jauh panggang dari api.
Akhir kata, terima kasih sudah meluangkan waktu membaca tulisan ini. meskipun mungki ga bermutu, toh dibaca juga. Mohon maaf jika banyak kekurangan. Tulisan ini hanya bentuk kegelisahan TS yang ya mau tidak peduli kok ya TS hidup di negeri ini, mau peduli TS ga punya cukup energi untuk melangkah lebih jauh.
Spoiler for desclaimer:
Tulisan ini berawal dari obrolan TS dengan rekan kerja yang bercerita bahwa dia sempat bertengkar dengan tetangga gara-gara rebutan jadi koordinator "Amplop". Mau ketawa kok kasihan, mau prihatin kok ya gimana. miris dah.
Semoga Negeri ini kedepan menjadi negeri yang lebih baik dengan pemimpin yang amanah. mudah-mudahan besok, yang terpilih adalah pemimpin dan wakil-wakil rakyat yang paling baik menurut Tuhan Yang Maha Esa (sesuai sila pertama Pancasila).
Salam.