Sejarah awal Unicorn TOKOPEDIA

Sejarah awal "Unicorn" TOKOPEDIA

Sejarah awal Unicorn TOKOPEDIA
Bisnis tokopedia.com semakin agresif menggarap pasar e-commercedi Indonesia. Startup yang digawangi oleh William Tanuwijaya ini menjadi sorotan publik setelah menggandeng perusahaan modal ventura dari Jepang, Softbank, dan Sequoia Capital dari Amerika Serikat. Besar dananya mencapai Rp 1,3 triliun atau sekitar US$ 100 juta. Dia bercita-cita Tokopedia akan menjadi perusahaan publik yang sahamnya diperdagangkan secara terbuka.
Kini mereka bersaing dengan beberapa penyedia layanan marketplace seperti Bukalapak.com, yang juga baru saja mendapatkan suntikan modal dari anak perusahaan SCTV.

Bagaimana persaingan layanan marketplace (mal online yang memungkinkan para pedagang menjual barangnya)? Mengapa layanan seperti milik Tokopedia gratis? Berikut wawancara dengan pemuda alumnus Universitas Bina Nusantara ini dalam keterangannya yang dikirim ke Tempo.co:

Sejarah awal Unicorn TOKOPEDIA
Bagaimana awal mula Anda membangun Tokopedia?

Untuk menjawab hal tersebut, saya harus menceritakan bagaimana Internet mengubah hidup saya, yang menjadi alasan mengapa Tokopedia harus gratis.
Saya lahir dan besar di Kota Pematangsiantar. Saat lulus SMA, pertama kalinya saya keluar dari Sumatera Utara, diberikan kesempatan oleh ayah dan paman untuk melanjutkan kuliah ke Jakarta. Naik kapal empat hari tiga malam, excited sekali melihat Jakarta dan kuliah di Universitas Bina Nusantara. Saat kuliah, saya mencari pekerjaan sampingan. 

Mulai semester dua saya bekerja di warnet sejak pukul 21.00 malam hingga 09.00 pagi, Senin sampai Minggu. Ini adalah kisah saya berkenalan dan jatuh cinta dengan Internet. Ketika Internet masih mahal, saya bisa menggunakannya dengan gratis, bahkan dibayar---sebuah blessing in disguise.

Saat lulus, saya selalu ingin bekerja di perusahaan Internet. Namun perusahaan yang saya kagumi, seperti Google, belum memiliki kantor di Jakarta. Saya pun bekerja kantoran di beberapa perusahaan yang bergerak dalam industri pengembangan software.

Dengan segala keterbatasan itu, bagaimana Anda mengumpulkan modal untuk membangun usaha?

Sampai pada tahun 2007, ketika mendapatkan ide untuk membangun Tokopedia, saya mulai memiliki mimpi untuk membangun perusahaan Internet sendiri. Saat itu ayah saya divonis kanker dan saya tidak bisa meninggalkan pekerjaan saya karena saya satu-satunya pencari nafkah di dalam keluarga saya. Saya butuh pemodal untuk membangun Tokopedia dan pertanyaan pertama saya saat itu adalah, "Mengapa Google dan Facebook yang saya pakai sehari-hari itu gratis? Dari mana uangnya?" Dari sana saya belajar tentang adanya pendanaan untuk startup company di negara-negara maju. 

Semua perusahaan besar yang saya kagumi tersebut mulai dari ide kecil, kerja keras yang didukung oleh pendanaan secara bertahap oleh pemodal ventura (venture capitals). Terinspirasi dari hal tersebut, saya mulai mencari pemodal.
Saya tidak kenal para pemodal ventura, jadi saya datang ke satu-satunya orang berduit yang saya kenal. Saya datang ke bos tempat saya bekerja dan menceritakan ide Tokopedia, tentang Indonesia adalah negara kepulauan, di mana seringkali pembeli dan penjual yang tidak pernah bertemu satu-sama-lain. 

Di sinilah terjadi banyak celah penipuan online,sedangkan para penjual dan pembeli online butuh untuk bisa saling percaya. Saya juga menceritakan tentang banyaknya individu dan pemilik bisnis yang ingin berbisnis online, tapi terbentur pada keterbatasan dana, akses ke teknologi, mitra perbankan dan logistik, bahkan akses ke pasar, dan menjelaskan bagaimana marketplace mampu memecahkan masalah-masalah tersebut.

Bos Anda luluh dengan rayuan Anda?
Bos saya berbaik hati. Ia memperkenalkan saya ke beberapa temannya, pebisnis yang sudah banyak mengecap asam garam dunia bisnis, yakni para investor. Selama dua tahun, saya mencoba menyakinkan para investor untuk memberikan pendanaan awal dan saya mendapati bahwa membangun kepercayaan tersebut sangatlah sulit. Bombardir pertanyaan datang dari para investor, rata-rata hanya tentang masa lalu saya---dari keluarga mana, kuliah di mana, pernah bisnis apa sebelumnya.

Saya belajar bahwa sulit sekali mendapatkan kepercayaan jika kita benar-benar mencoba memulai dari nol. Namun saya sangat percaya, walaupun masa lalu tidak bisa kita ubah, masa depan ada di tangan kita sendiri.

Saya beruntung karena pada akhirnya saya dan rekan saya, Leontinus Alpha Edison, diberikan sebuah tiket kepercayaan dan bisa mendirikan Tokopedia tahun 2009. Belajar dari pengalaman tentang sulitnya mendapatkan kepercayaan, filosofi kami waktu itu adalah tidak perlu ada marketing jorjoran. Seluruh dana investasi akan kami pakai untuk membangun tim dan memastikan bahwa Tokopedia gratis, bisa dipakai oleh siapa saja di Indonesia, baik untuk berjualan maupun berbelanja online.

Saya belajar banyak sekali di Tokopedia. Belajar percaya kepada diri sendiri ketika tidak ada yang percaya pada mimpi kita. Belajar berbahasa Inggris, dari yang awalnya tidak dimengerti sama sekali oleh lawan bicara saya. Belajar berbicara di depan umum dan menaklukkan jiwa introvert saya. Belajar untuk memimpin, dari yang awalnya hanya berempat hingga 300-an Nakama (sebutan untuk karyawan Tokopedia, red). Setiap hari saya diberikan kesempatan untuk belajar dan terinspirasi dari orang-orang di sekitar saya.
Setelah hampir enam tahun menjalankan bisnis Tokopedia, saya semakin merasa beruntung sekaligus sangat terinspirasi ketika melihat dan menyaksikan bahwa Tokopedia tidak hanya mengubah hidup saya, tapi juga mengubah hidup orang-orang di sekitar saya, terutama para pengguna situs Tokopedia. 

Sejarah awal Unicorn TOKOPEDIA

Saya begitu terinspirasi ketika menyaksikan sendiri kisah-kisah dari para penjual online di Tokopedia. Mereka adalah ibu rumah tangga, pekerja kantoran, mahasiswa-mahasiswi, individu, hingga pemilik bisnis yang turut membangun lapangan pekerjaan di sekitar mereka.
Bagaimana cara Anda membuat Tokopedia ini bisa sukses di masa mendatang
Tokopedia berpotensi untuk membangun jutaan lapangan pekerjaan baru dengan banyaknya merchant yang bergabung. Selain itu, terhadap berkembangnya bisnis kurir, mengikuti derasnya paket-paket yang harus dikirim dari satu pulau ke pulau lainnya, dari satu kota ke kota lainnya, bahkan hingga ke desa-desa.

Bagi saya, inilah model bisnis paling indah di dunia karena Tokopedia hanya bisa sukses ketika kami berhasil membantu para pengguna kami menjadi lebih sukses. Itulah alasan mengapa kami terus mempertahankan konsep Tokopedia sebagai marketplace gratis. Kami berharap visi Tokopedia untuk "Membangun Indonesia Lebih Baik lewat Internet" lebih cepat tercapai. Dengan memberikan layanan dasar secara gratis, tidak ada barrier of entry untuk setiap pengguna baru yang ingin mencoba mengubah hidup mereka menjadi lebih baik melalui Internet.

Lantas, dari mana uang-uang yang diperlukan untuk mendanai hal tersebut?
Kami beruntung karena setiap tahun kami berhasil mendapatkan modal pendanaan tambahan dari para pemodal ventura ternama dunia. Oktober 2014 kemarin, Tokopedia menjadi perusahaan Internet pertama Indonesia yang mendapatkan pendanaan 100 juta dolar dari SoftBank Internet & Media dan Sequoia Capital. Pendanaan tersebut kami salurkan untuk memastikan Tokopedia tetap gratis, selain terus mengembangkan Tokopedia untuk menjadi perusahaan Internet kelas dunia yang mampu memberikan pelayanan terbaik kepada para pelanggan kami.

Apa benar Tokopedia gratis sepenuhnya?
Salah satu pendanaan yang harus kami lakukan untuk memastikan Tokopedia gratis adalah dalam melakukan subsidi untuk setiap transaksi di Tokopedia. Untuk para Toppers (sebutan untuk pengguna Tokopedia, baik penjual maupun pembeli, red) yang juga membangun situs sendiri pasti mengetahui bahwa sebenarnya ada biaya yang harus dibayarkan kepada pihak bank untuk setiap transaksi dengan menggunakan metode pembayaran tertentu. Tokopedia ingin mengedukasi bahwa Internet bisa bermanfaat secara positif dan kami melakukan subsidi untuk memastikan hampir semua metode pembayaran di Tokopedia bersifat gratis, terkecuali kartu kredit.

Untuk kartu kredit, seluruh risiko harus ditanggung pemilik platform dan biaya MDR yang menggunakan persentase yang nilainya cukup besar, tidak mampu kami subsidi sepenuhnya. Khusus metode pembayaran ini, kami tetap melakukan subsidi sebagian dan sisanya kami memberikan pilihan kepada pembeli. Jika ingin menggunakan kartu kredit, ada biaya administrasi untuk risiko yang harus kami tanggung tersebut. Namun dari sisi penjual, tetap tanpa biaya tambahan untuk metode pembayaran apa pun yang dilakukan.